Oleh: Eni Ernawati/Re Naka
Deviantart/TerisekRK
Pagi itu Neo si semut hitam, sedang berlarian bersama
adiknya yang bernama Mily—semut lucu nan menggemaskan. Mereka berdua tampak
bahagia bisa menikmati kebersamaan setelah sekian lama sang kakak merantau
jauh. Suasana pagi yang cerah membuat Mily semakin bersemangat, berlarian ke
sana-kemari mengejar kakaknya.
Di tengah jalan mereka berdua bertemu Yua, seekor
musang yang sedang tertidur pulas di bawah pohon jambu.
“Hey, Yua. Bangun!” Mily menepuk-nepuk tubuh Yua.
Meskipun sudah berulang kali Neo mencoba membangunkannya juga, namun musang
berbulu cokelat itu tak kunjung membuka mata.
Yua bangun hanya ketika Mily memaksanya untuk bediri.
Akan tetapi saat kedua kakak-beradik itu melepaskan tangannya, Yua kembali
merebahkan badan dan tertidur lagi.
“Aku lelah, biarkan saja dia tidur seharian.” Neo
merasa kesal. “Kita pergi saja dulu, nanti kalau sudah kembali dan dia masih
tertidur juga, baru kita paksa.”
Akhirnya semut-semut itu berlarian lagi sambil
membicarakan si musang.
“Dia memang hewan yang malas bekerja. Lihat saja
anaknya. Pemalas juga,” kata Neo sambil melirik ke adiknya.
“Aku capek, gimana kalau istirahat dulu, Kak,” ucap
Mily setelah cukup lama berlari.
“Boleh.”
Di bawah pohon belimbing mereka berdua beristirahat.
Beberapa menit kemudian, beberapa buah belimbing berjatuhan, hampir mengenai
tubuh mereka. Mily dan Neo pun mendongak ke arah pohon tersebut. Di sana mereka
menemukan Moa yang sedang asyik memetik belimbing. Moa adalah anak tunggal Yua.
“Kenapa kau menebas belimbing itu?” tanya Mily namun
tak kunjung mendengar jawaban. Moa justru semakin semangat memetik buah
kesukaannya.
“Turun kau!” bentak Neo setelah ia merasa diabaikan
oleh si musang kecil itu. Moa pun turun dengan langkah kesal.
“Kau itu sama saja dengan ibumu. Pemalas dan perusak,”
Neo mulai memarahi Moa. “Kau tahu? Sebentar lagi musim panas, kekeringan akan
melanda. Dan akibatnya kau nanti akan kelaparan kalau merusak pohon ini
sekarang. Tidakkah kau lihat buahnya masih muda?”
“Harusnya kau tak merusaknya, setidaknya kalau ibumu
malas bekerja kau tidak kelaparan nanti. Karena masih ada buah-buahan yang bisa
dipetik,” tambah Mily.
“Sudah marahnya? Kalau sudah aku akan pergi.” Moa
meninggalkan Neo dan Mily yang sebenarnya belum selesai berbicara dengannya.
***
Musim kemarau pun datang. Kini ibu dan anak musang itu
kelaparan. Dia tidak punya simpanan uang untuk membeli makan karena keduanya
malas bekerja. Begitupun dengan pohon belimbing yang dijadikannya sumber
makanan sudah tidak berbuah lagi karena setiap hari dirusak oleh Moa.
Yua dan Moa tidak berani meminta makanan kepada Mily,
Neo atau teman mereka yang lain meski rasa lapar kian mendera.
“Aku benar-benar lapar, Bu.” Moa mengelus pelan
perutnya dengan tangan yang gemetaran. Wajahnya pucat, tubuhnya lemas tak
berdaya.
“Sabarlah, Nak. I—ibu carikan makanan untukmu dulu,
ya.”
Baru saja ibu musang itu hendak melangkah keluar
rumah, tiba-tiba saja pandangannya kabur. Dan tak lama kemudian ia jatuh
pingsan.
“Ibu ...,” teriak Moa. Suaranya lemah, ia sesenggukan
sambil terus menangis. Namun terhenti seketika begitu Neo dan Mily muncul di
hadapannya. Juga dua ekor kelinci yang membopong tubuh Yua lalu merebahkannya
di atas kasur.
“Te—terima kasih banyak kalian sudah menolong aku dan
Ibu,” ujar Moa, tak lama setelah Yua siuman dari pingsannya. Ia juga meminta
maaf atas sikapnya selama ini.
“Kau tidak perlu berterima kasih. Bukankah kita teman?
Lagi pula aku senang bisa membantu,” balas Mily. “Ayo, sekarang kita makan.”
Semua yang ada di tempat itu pun mengangguk setuju.
Sejurus kemudian mereka menikmati makanan bersama-sama. Neo dan Mily memang
datang untuk memberi beberapa macam buah-buahan kepada Yua dan Moa. Karena
itulah mereka meminta bantuan dua ekor kelinci untuk membawakannya.
Yua dan Moa tampak senang. Mereka sudah berjanji dalam
hati untuk menjadi musang yang baik hati, yang senantiasa menjaga lingkungan
sekitar dan tidak malas bekerja. Agar saat musim kemarau tiba, mereka masih
memiliki makanan dan tidak kelaparan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar