Oleh: Lily Rosella
Deviantart/7thArne
Mola si angsa putih berjalan lesu, sejak tadi ia terus
bolak-balik di depan kandangnya. Hari ini dia merasa bosan karena terus berada
di peternakan, ia ingin sesekali keluar untuk berjalan-jalan. Mola penasaran
dengan apa yang ada di dalam hutan.
“Pasti di hutan
makanan dan pemandangannya sangat indah, di sana juga pasti ada anak sungai
yang jernih airnya,” begitu pikirnya saat memandang jauh ke arah barisan
pepohonan.
Ketika sedang berjalan-jalan, tiba-tiba saja di
pertengahan jalan Mola mendengar suara batuk. Sepertinya ia mengenali suara
itu, ia hafal hanya dengan mendengar suara batuknya saja.
“Uhuk! Uhuk!” suara batuk itu terdengar sekali lagi.
Mola mendekat ke arah semak-semak di pinggir hutan.
Benar saja dugaannya, itu adalah Pak Lobe, tikus tua bertubuh gemuk. Dia sering
datang ke peternakan, mencari makanan untuk dibawanya pulang.
“Kau baik-baik saja, Pak Lobe?” tanya Mola.
“Uhuk! Uhuk!
Aku baik-baik saja,” jawab Pak Lobe sambil menutup mulut dengan tangannya yang
kecil.
“Kamu hendak ke mana Mola?” tanyanya begitu sadar
kalau saat ini Mola berada jauh di dalam hutan. Harusnya ia berada di
perternakan. “Berbahaya jika kamu berada terlalu jauh dari peternakan, di hutan
banyak ….”
“Aku hanya sedang melihat-lihat saja, Pak Lobe. Kamu
tidak perlu khawatir!” tukas Mola dengan cepat. Seperti biasa Mola selalu
begitu, dia tidak suka dinasihati.
Mola si angsa berlalu begitu saja, ia tak menghiraukan
apa yang diucapkan Pak Lobe barusan. Baginya, Pak Lobe pasti sengaja melarangnya
agar ia tidak melihat betapa cantiknya anak sungai yang sedang mengalirkan air
yang jernih.
Ia terus berjalan, sesekali ia mengepak-ngepakkan
sayapnya. Ia begitu senang, tak sabar ingin melihat anak sungai. Sambil terus
berjalan Mola bersiul-siul, bersenandung sambil melangkah riang, memasuki hutan
yang semakin dalam. Namun, kini langkahnya terhenti, ia terpesona begitu
melihat anak sungai yang jernih seperti yang dibayangkannya selama ini.
“Aku tahu, pasti Pak Lobe memang sengaja melarangku.
Dia hendak menikmati pemandangan bagus ini sendiri,” gumamnya yang masih
memandang anak sungai dari kejauhan.
Mola mulai melangkahkan kakinya, perlahan-lahan
mendekati anak sungai. Saat ini hatinya merasa berdebar, ia sangat senang hari
ini. Tak sia-sia ia pergi dari peternakan, berjalan memasuki hutan.
Baru saja Mola memasukkan tubuhnya ke anak sungai,
berenang-renang di tepi. Tiba-tiba saja muncul seekor buaya, hendak menerkam.
Mulut buaya itu terbuka lebar, bersiap untuk melahap tubuh Mola yang berbulu
putih bersih.
“Tolong …!!!” jerit Mola panik.
Dengan cepat Pak Lobe melempar ranting pohon yang
berukuran agak besar ke mulut buaya, dia mengambil ranting itu tak jauh dari
anak sungai, itu ranting patah yang tergeletak di rerumputan. Membuat buaya itu
kesulitan menutup mulutnya karena terhalang ranting. Sedangkan Pak Lobe sibuk
berteriak, menyuruh Mola untuk menepi.
Mola berenang agak cepat, mengepakkan sayapnya,
terbang tak terlalu tinggi. Untung saja ia masih berada di tepi, jadi tak butuh
waktu lama untuk melarikan diri dari buaya.
Kini ia dan Pak Lobe berlari menuju ke luar hutan.
“Uhuk! Uhuk!” Pak Lobe terus berlari, terbatuk-batuk. Di depannya Mola dengan
wajah yang panik terus berlari lebih cepat, sesekali terbang agak rendah.
“Kau baik-baik saja, Pak Lobe?” tanya Mola begitu
sadar kalau pak Lobe tertinggal jauh di belakang, ia mundur beberapa langkah,
mendekati Pak Lobe.
“Uhuk! Uhuk! Aku baik-baik saja,” jawab Pak Lobe
dengan napas tersengal-sengal. “Aku sudah cukup tua, tidak bisa lagi berlari
segesit dulu.”
Mola menunduk. “Maafkan aku Pak Lobe,” tuturnya
menyesal.
Tapi kemudian ia menoleh ke arah Pak Lobe. Dia
penasaran akan satu hal. “Bagaimana kau bisa berada di sana, pak Lobe? Bukankah
kamu tadi ada di semak-semak?” tanya Mola.
“Uhuk! Uhuk!” Pak Lobe terbatuk, lalu tertawa. “Aku
sudah tahu tentang hutan ini, itulah sebabnya aku mengikutimu. Anak sungai itu
memang indah, tapi ada banyak buaya di sana. Untung kita hanya bertemu satu
buaya saja. Akan gawat jika ada banyak buaya!” seru pak Lobe sambil tetap
tertawa.
“Maafkan aku Pak Lobe. Besok-besok aku tidak akan
keras kepala. Aku akan mendengarkan nasihat orang lain,” tutur Mola penuh
penyesalan.
Pak Lobe si tikus tertawa, membuat perut gemuknya itu
bergoyang-goyang. “Sudahlah! Yang penting saat ini kamu sudah mengerti!”
serunya sambil menepuk-nepuk pelan sayap Mola.
Mola si angsa tertunduk, ia menyadari kesalahannya
sekarang. Harusnya ia mau mendengarkan
nasihat orang lain, tidak bersikap keras kepala. Untung saja ia bisa selamat
kali ini atas bantuan Pak Lobe, jika tidak … mungkin ia tak tahu apa yang akan
terjadi padanya. Bisa saja ia berakhir sebagai santapan Buaya tadi.
Mulai saat ini ia berjanji dalam hati, besok-besok ia
akan mendengarkan nasihat orang lain terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu.
Ia tidak akan bertindak gegabah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar